Senin, 14 Januari 2008

Wisuda Bukanlah Akhir dari Persaudaraan, Cita-cita dan Perjuangan...

Senin lalu, Pukul sembilan pagi seorang kawan akan mempertanggungjawabkan hasil penelitian tugas akhir kuliah di meja sidang ujian skripsi. Namun tiba-tiba saja hujan membasahi kota Jember. Rencanaku bertandang ke kampus kuurungkan sejenak, sambil mengutak-atik laptop menunggu barangkali sebentar lagi hujan mereda.
Setelah hujan deras mulai mereda, berganti dengan gerimis yang serupa butiran halus, cepat-cepat kupakai helm standar, motor pun segera ku-stater, kuterjang saja gerimis menuju kampus. Sekedar memberi semangat kawan yang sedang ujian apa salahnya dan berharap bisa bertemu kawan-kawan/dosen-dosen Sosiologi untuk melepas kangen.
Sebelumnya, hari Sabtu, Fresty memberitahuku kalau senin pagi dia ujian skripsi. Kamar kostku yang sempit mendadak menjadi ramai, karena selain Mita (kawan sekamar), Fresty, Sunarsih (yang juga datang mau nunut ngeprit skripsinya) ngobrol ngalor-ngidhul.
Fresty yang sedikit tegang karena akan menghadapi ujian sibuk membolak-balik skripsinya setebal kurang lebih seratus enam puluh halaman.
Pada akhirnya percakapan kami bertopik seputar 'perjuangan gender'. Ini bermula ketika
Fresty sambil melirik Sunarsih menyeletuk, "hei arek-arek, aku minta bendelan skripsi yang ngangkat masalah gender, aku mau jadi Profesor gender..he3x.." Kemudian, diskusi gender mengalir begitu saja, mungkin saja kami dimanfaatkan oleh Fresty untuk mematangkan materi skripsinya , tapi tak mengapa. Bukankah hakekat tali pertemanan adalah untuk saling memanfaatkan, saling berbagi. Toh kami memang sering saling memanfaatkan dalam konteks ilmu pengetahuan, bukan dalam hal-hal yang tidak bertanggung jawab.
Jadi ingat kata-kata seorang teoritikus Sosiologi ternama, Karl Marx: "Seseorang yang tidak memiliki energi untuk mencintai dan hanya berharap untuk dicintai, maka kehidupannya akan mengenaskan". Begitulah kurang lebih kata-kata Karl Marx yang terus kuingat, dan memang benar adanya. Dengan mencintai dan memberi keadaan psikologis rasanya menjadi lebih tenang, urusan dicintai atau balik diberi itu 'plus' belakangan.
Tak aneh jika percakapan melulu gender, karena secara kebetulan semuanya mengerjakan tugas akhir yang bersentuhan dengan isu gender (khususnya mengenai perempuan). Skripsiku yang telah lulus Juli Tahun lalu berjudul ' Perilaku KDRT: Studi Sosiologis Perempuan sebagai Korban dan atau Pelaku KDRT di Kabupaten Jember', Skripsi Sunarsih yang telah lulus bulan November tahun lalu berjudul 'Pelecehan Seksual, Studi Kasus di Fakultas FISIP-UNEJ', Skripsi Fitri berjudul 'Persepsi Waria Terhadap anak, Studi Kasus di kabupaten Jember, Nganjuk dan Banyuwangi' sudah lulus November Tahun lalu. Skripsi Fresty yang tadi pagi diujikan dan lulus dengan nilai maksimal berjudul 'Persepsi Aktivis Perempuan terhadap Pornografi dan Pornoaksi'. Skripsi Mita yang sekarang baru dikerjakan berjudul 'Persaingan Penyanyi Dangdut', Skripsi Lantika berjudul "Persepsi Kyai Pondok Pesantren Terhadap Poligami', Skripsi Giovani berjudul " Menikah Siri di Kalangan Mahasiswa" ada lagi Astri, yang mengangkat "SPG Plus-Plus". Entah, benar-benar suatu kebetulan, atau memang wacana gender menimbulkan keresahan tersendiri sehingga dihabisi oleh kawan-kawan perempuan Sosiologi FISIP-UNEJ angkatan 2003.
*
Akhirnya sampai juga di kampus, disana ternyata sudah ramai oleh kawan-kawan lainnya yang menunjukkan memberi dukungan Fresty. Sudah menjadi tradisi, jika ada yang sedang ujian skripsi, maka kami akan saling menunggui, memberi semangat dan mengirim mantra-matra(doa-doa). Semoga semua teori dan orasi-orasi pada diskusi-diskusi di kelas tidak meluntur. Semoga Peraudaraan ini berlanjut menjadi untaian kenangan indah yang abadi.
Fyuh, tak terasa, 4 tahun sudah hidup merantau di kota Jember. Di sini aku bertemu dengan kawan-kawan baru yang menyenangkan (meskipun--kuakui--terkadang aku tidak terlalu menyenangkan sebagai seorang kawan), dosen-dosen yang simpatik (meskipun ada beberapa yang cuek dan hanya mengurus proyek), ilmu pengetahuan yang lebih maju dan pengalaman berdiskusi dan berorganisasi yang sungguh proses yang teramat sangat mahal, juga pengalaman beberapa waktu bersentuhan langsung dengan gelandangan-pengemis-pengamen dan sesekali berdemo, berteriak di jalanan menuntut keadilan, menjadi kawan belajar adik-adik di belakang kampus, juga budaya Jawa-Madura-Osing yang unik...sampai-sampai aku kepikiran ingin belajar tari LAHBAKO, tarian khas Kabupaten Jember yang gerakannya yang menggambarkan pekerja petik bakau. Tapi sayang, kosa kata bahasa Madura hanya sedikit yang bisa engkok kuasai. Oiya, aku juga sedikit hafal lagu osing "usum layangan dan umpomo siro kebang..mekaro ono ing taman...."--kecuali lagu osing anyar yang berjudul "Bokong Semok", jangan dipaksa suka, emoh yo.
Banyak sekali hal-hal yang berputar-putar di kepalaku, hingga kerepotan tergesa ingin kuceritakan semua disini. Yach, aku tidak bisa mengelak, sejarahlah yang membawaku pada titik pijak pemikiranku seperti saat ini. Hidupku bukanlah kesempurnaan, karena kusadari kita hidup bukan pada sistem yang tak cacat. Namun, aku berjanji, akan melakukan yang terbaik. Aku berjanji tidak akan kutukarkan idealisme dan ideologi yang kudapatkan dengan susah payah dengan kepragmatisan. Semoga sanggup!
Tidak mungkin kehidupan seseorang adalah benar,
apabila di salah satu sisi hidupnya ia melakukan kesalahan
(Mahatma Gandhi)

Tidak ada komentar: