Senin, 26 Mei 2008

SGA: Sepotong Cerita Menjelang Pilda, Pilgup, Pilpres

Wakil Rakyat*

Bung,
Seorang Rakyat ketemu Seorang Wakil Rakyat yang sedang nongkrong di warung bajigur di depan TIM.
“Wah, merakyat juga ente,” kata Rakyat.
“Yah, pantes-pantesnyalah, namanya juga Wakil Rakyat.”
“Lho, sebetulnya ente tidak merakyat?”
“Tidak terlalu, saya cuma pura-pura merakyat.”
“Busyet, ente mewakili rakyat mana sih?”
“Natuna, Talaud, dan Sangihe.”
“Astaga, mana tuh?”
“ada kok di peta, kecil-kecil.”
“Ente asal sana?”
“Bukan.”
“Ente pernah kesana?”
“Belum.”
“Ente tahu aspirasi mereka apa?”
“Yah, kira-kira saja, paling-paling soal kesejahteraan kan?”
“Busyet, kenapa ente nggak mengatakan soal kebebasan?”
“Well, siapa yang berani ngomong soal kebebasan sekarang ini, kalu bukan tokoh-tokoh yang penting?”
“Ente kan tokoh penting?”
“Bukan, saya cuma tokoh gombal saja kok.”
“Tokoh gombal bagaimana?”
“Lho saya ini cuma politisi kecil, selalu mengintip kesempatan untuk naik, selalu berpikir tentang jenjang karir, apapun yang bisa jadi batu loncatan, tancap. Pokoknya saya selalu memikirkan diri sendirilah.”
“Tapi ente Wakil Rakyat kan?”
“Yeah, actually, saya mewakili diri saya sendiri.”
“Astaga…”
“Kenapa astaga?”
“Saya kira ente mewakili rakyat.”
“Eh, saya sendiri kan juga rakyat? Boleh dong saya mewakili aspirasi saya sendiri. Pengin dianggap, pengin dipandang, pengin punya makna dalam hidup. Dulu cuma ikut karang taruna, sekarang jadi Wakil Rakyat, yah namanya memburu kemajuanlah.”“Apa sih pemikiran anda tentang kemajuan?”
“Gedung-gedung tinggi.”
“Busyet.”
“Kenapa Busyet?”
“Anda suka membaca pemikiran para negarawan besar, para ahli sejarah, para ahli filsafat tentang negara?”
“Tidak. paling banter saya baca koran. kalau majalah saya baca ramalan bintang. Hahahaha!”
“Tidak biasa baca buku-buku berat?”
“Tidak, untuk apa? hanya orang bego yang buang waktu untuk baca buku.”
“Busyet”
“Kok busyet lagi?”
“Ente hebat”
“Lho kok hebat? Saya ini bukan pemikir, bukan apa itu namanya? Cendekiawan? Nggak Inteleklah! Saya nggak betah baca, nggak bisa nulis dikoran kayak YB Mangunwijaya. Kalau saya baca artikel di koran, suka pusing saya. Dalam forum-forum diskusi saya juga malas berdebat, ngapain, ngabisin abab. Saya cuma orang biasa kok, disuruh jadi wakil rakyat ya mau. lumayanlah daripada cuma di Karang Taruna. Fasilitasnya juga lumayan. Mosok orang yang berpikir kayak saya ini hebat?”
“Lho, ente jelas hebat?”
“Kenapa?”
“Ente orang jujur.”

Bung,
Janganlah anda khawatir bung. Orang yang saya ceritakan itu tidak ada. Itu cuma fiksi di kepala saya sendiri, meskipun faktanya mungkin ada yang mirip ya? Haha! Saya sendiri yakin sepenuhnya, 1.000 Wakil Rakyat yang bakal hilir mudik di gedung UFO itu adalah orang-orang yang sangat capable: membaca buku-buku berat, mengenal pemikiran para negarawan, ahli sejarah, dan ahli filsafat tentang negara. Yang paling penting: memahami penderitaan rakyat, meski barangkali memang belum pernah ke Natuna, Talaud, dan Sangihe. Saya percaya sepenuh-penuhnya kepada mereka. Masalahnya, anda percaya tidak kepada saya? Hahahaha!

Salam dari Palmerah.
SGA

NB. Sukab tidak percaya kepada fiksi. “Berbahaya,”katanya.

*http://sukab.wordpress.com/

Tidak ada komentar: