Rabu, 22 Agustus 2007

(Cerpen) Kutukan Burung 'Kuuuk'



Aku selalu takut burung hantu, ketika burung itu mengeluarkan bunyi “kuuuk…..kuuuk…..kuuuk” meski tidurku sepulas beruang kutub kekenyangan karena perut penuh. Lalu seperti kanak-kanak lagi, aku akan menyelinap ke kamar bapak dan ibu, dan melanjutkan tidur ditengah-tengah mereka.
Tapi sungguh aneh atau sebuah kebetulan yang sangat mengejutkan, karena besok paginya kepalaku terasa pusing, perutku mual ingin muntah, keringat dingin juga terus mengucur meneror seluruh tubuhku ditambah lagi dadaku mulai sesak seperti tertimpa beras satu ton lalu nafasku mulai payah, sedangkan tangan dan kakiku gemetar karena kedinginan.
*
Berganti hari kondisiku bukannya membaik, maka keadaan itulah yang menjadi alasan mengapa aku diharuskan untuk dirawat secara intensif oleh para ahli medis. Harus istirahat total, dan aku selalu sebal dengan hanya berbaring sepanjang hari, terlebih aku tidak bisa bergerak bebas karena jarum infuse tertanam di tangan kananku.
Di hari pertama rawat inap, kekasihku mengunjungiku tanpa membawa buah tangan, tapi keberadaannya membuatku merasa lebih baik meski tanpa buah tangan seperti yang dibawa rekan-rekan kerja bapak dan ibu yang mengunjungiku beberapa waktu sebelum kekasihku datang.
“Bagaimana jika mitos burung hantu tersebut benar ?” dia bertanya padaku.
“Benar? maksudmu?” aku balik bertanya dengan penuh keheranan.
“Burung hantu adalah burung setan, burung itu menandakan kalau seseorang sakit karena terkena kutukan.”
Aku sangat kaget dan sedikit merinding, karena aku memang tidak menyukai burung hantu yang selalu ber-kuuk..kuuk tiba-tiba dalam suasana senyap. “Kalaupun benar, terus aku harus bagaimana?” aku bertanya pada kekasihku.
“Berarti kamu harus berkonsentrasi untuk kesembuhanmu dan melupakan tentang keduniawian, termasuk kau juga harus melupakanku, karena mungkin saja itu kutukan dari hubungan yang kita jalani” dia menjawab tanpa ekspresi, tanpa kesedihan, keharuan atau sebaliknya.
“Maksudmu, kita dikutuk seperti Adam dan Eve karena cinta terlarang mereka?”
“Mungkin saja seperti itu, sayang” karena cara kita membangun hubungan pacaran sangat berbeda dengan orang kebanyakan, sehingga kau harus menanggung ini semua.”
“Tapi pendapatmu itu terkesan sangat mistik alias tidak masuk akal. Lagi pula, aku tidak pernah berfikir akan meninggalkanmu, aku akan memperjuangkan untuk selalu bersama orang yang aku cintai. Seperti perjuangan Eve yang tanpa putus asa mencari kekasihnya sampai keujung dunia dan berputar berpuluh-puluh kali di bulatan planet bumi, tidak mengeluh dan putus asa meski berkali-kali terus mengulang rute yang sama; gunung, hutan, hamparan pasir panas, sungai, es, hujan yang menyusul kemarau, menyusul hujan, menyusul kemarau tanpa henti” begitulah aku bersusah payah untuk meyakinkannya bahwa aku tidak akan meninggalkannya.
“Ingat, sayang..sebelumnya, mereka adalah malaikat, bukan manusia biasa seperti kita” kekasihku dengan mata sayu menatapku.
“Lalu apa bedanya cinta mereka dengan kita?”
“Bukan itu maksudku, kalau malaikat dikutuk akan turun menjelma menjadi manusia seperti Adam dan Eve.Tapi kalau manusia dikutuk, maka akan jadi…..”
Kalimatnya kupotong “Maksudmu kita akan jadi binatang? Oooh..asyik juga akhirnya aku akan berkawan dan berbincang dengan Pleky gu-guk kesayanganku” aku berusaha membuat kelucuan, tapi tak berhasil.
Dia tersenyum dan melanjutkan kata-katanya yang terpotong: “Mungkin saja kita akan jadi binatang atau apalah. Tapi sebelum jadi binatang maka kita akan mengalami kematian terlebih dahulu. Artinya kita akan meninggalkan orang-orang yang sangat kita cintai dan ingat, kawan-kawan yang masih membutuhkan kita.
“Mati?” tiba-tiba bayangan gelap kematian terlintas, kematian yang sepi tanpa tepi. Lalu aku membuang jauh khayalan tetang kematian itu.
“Tenang, sayang. Sakit yang kualami ini bukan karena ajal sudah menjilat-jilat ubun-ubunku. Bukankah rasa sakit itu merupakan perlawan tubuh dengan virus dan bakteri yang menyerang tubuh supaya jiwa tetap tumbuh, tetap hidup? Tubuh melawan kematian dengan rasa sakit, seperti yang aku alami sekarang.” Dalam keadaan sakit begini tampaknya posisi motivator tidak boleh leyap menghadapi manusia yang super manja dan terkadang tidak percaya diri yang mewujud orang yang kusayangi, dia duduk termangu di samping ranjang tempatku tergeletak lemah.
“Mungkin ya…atau entah. Tapi bukankah burung hantu itu adalah simbol bahwa sedang ada orang sakit parah karena kutukan, dan akhir-akhir ini seperti yang kau ceritakan, setiap malam selalu ada burung hantu yang berbunyi dari pohon mangga di samping kamarmu itu?”
“Memang benar setiap malam selalu ada burung hantu yang berbunyi di pohon sebelah kamarku, juga benar katamu, kenyataanya sekarang aku memang sedang sakit. Tapi bukan berarti aku akan mati dan meninggalkan sebagian besar cita-citaku yang ingin kujelang.”
“Tapi cerita mengenai burung hantu itu begitu mengakar dan masih sangat dipercaya di lingkungan kita. Iya to?” Kekasihku mulai bimbang.
“Tentu saja, karena alam pikiran mereka masih mistik percaya yang tidak masuk akal, kuno tidak mau memecahkan masalah dan menjawab ketidaktahuan dengan ilmu pengetahuan yang ilmiah. Tapi malah percaya hal-hal yang tidak masuk di akal dan mistik, itu sangat vatalis.”
“Tapi aku tidak mau beresiko, siapa tahu memang benar. Dan kau akan mati meninggalkanku dan yang lebih aku sesalkan kau juga akan meninggalkan kawan-kawan bersama setumpuk pekerjaan besar.”
“Lho yang menderita sakit saat ini aku, berarti yang beresiko mati aku bukan kamu. Terlebih aku senang seandainya aku mati lebih dulu dari pada kamu, sayang. Aku selalu merasa takut kau tinggalkan dan memecahkan semua persoalan rumit yang aku hadapi sendirian.” saat kukatakan hal ini, ujung hidung dan kedua pipi kekasihku memerah menyerupai warna tomat yang matang.
“Kengawuran perkataanmu selalu membuatku merasa sangat berarti. Tapi bukankah ada kawan-kawan yang akan membantumu nantinya seandainya aku yang akan meninggalkanmu terlebih dahulu.”
“Mereka berbeda, kolektifitas yang kita bangun sebatas melakukan kerja-kerja bersama, belum sepenuhnya mengisi persoalan-persoalan psikologis. Saat ini kamulah sandaran utama yang sangat bisa aku andalkan.”
“Lalu aku harus bagaimana, kulihat kondisi kesehatanmu belum juga membaik. Itulah yang membuatku takut pada mitos burung hantu dan bayang-bayang kutukkan yang akan menimpamu.” ketika melihatku berbaring tak berdaya seperti ini, kekasihku tampaknya kehilangan akalnya.
“Sudahlah, bukankah cara berfikir kita tidak boleh seperti itu. Coba kau cari di buku-buku insklopedia mengenai binatang yang kita takuti itu. Mungkin ada jawaban yang masih bisa diterima akal dan tidak membuat kita putus asa seperti ini.”
*
Tidak lama aku menjalani perawatan di rumah sakit, sekitar satu minggu aku sudah diperbolehkan pulang. Ibu dan Bapak sangat bahagia melihat kondisiku yang semakin membaik. Untuk sementara aku dibebaskan dari kewajiban-kewajiban pekerjaan rumah yang biasanya menyita sebagian besar waktuku. Bahkan aku diwajibkan tidur siang segala.
Sangat membosankan, keadaan sakit membuatku seperti terpenjara. Setiap hari yang kutunggu adalah malam tiba dan suara burung hantu di balik jendela kamarku.
“Kuuuk…kuuuuk….,” kemudian jeda agak lama, dan berbunyi lagi “kuuuk…kuuuuk….,” sebanyak dua kali barulah aku merasa yakin, itu adalah tanda kekasihku menungguku di balik jendela kamar.
Kupastikan pintu kamar sudah terkunci dari dalam, supaya yakin tidak akan diketahui Ibu-dan Bapak mengenai ketidakberadaanku, tentu mereka akan merasa cemas ketika tahu anak perempuannya menghilang di lebatnya kegelapan malam.
Daster tidur kuganti kaos dan celana panjang, kurangkap dengan memakai jaket tebal supaya mampu mengatasi dinginnya angin malam. Dengan berhati-hati aku melompat, keluar kamar melalui jendela.
Di sana, di balik jendela kamarku kutemui kekasihku yang sudah menunggu bermaksud menjemputku untuk mengikuti rapat penting bersama kawan-kawan malam ini. Kecuali malam minggu maka kami akan menghabiskannya bersama.
Ternyata kesembuhanku lebih cepat (atau waktu yang berlalu tidak kurasa lambat sama sekali, entah) dengan cara seperti ini.
kekasihku telah menemukan jawaban yang dapat dipertanggung jawabkan akal sehat, mitos burung hantu yang berbunyi “kuuuk” mengandung arti: burung tersebut sedang birahi dan memanggil-manggil pasangannya. Jadi tidak ada yang perlu kami takutkan pada binatang yang sedang mengakomodasi instink reproduksinya. Kami yakin hal itu bukan kesalahan, apalagi kutukkan yang mengerikan.


15.10 WIB
Purworejo, 23 Agustus 2006