Jumat, 23 November 2007

Mempedulikan Hak Kesehatan Perempuan


Oleh: Ken Ratih Indri Hapsari



Pada Tanggal 25 November 2007, kembali dunia memperingatinya sebagai Hari Anti Kekerasan Terhadap Perempuan. Anti kekerasan terhadap perempuan dimaknai sebagai sikap yang menjunjung tinggi hak perempuan. Antara lain hak perempuan untuk hidup sehat. Kesehatan bagi perempuan merupakan hal yang sangat krusial, terutama di negara dunia ketiga dimana angka kematian ibu sangat tinggi.
Siapa yang tahu mengenai sebab kematian R.A. Kartini yang pedih itu? Dalam buku sejarah tidak pernah dibahas bahwa Kartini menghembuskan nafas terakhirnya ketika melahirkan. Kematian seorang ibu ketika melahirkan dianggap perihal wajar sebagai perjuangan demi melanjutkan generasi selajutnya, bukan dipandang sebagai persoalan proses reproduksi dan persoalan hak kesehatan reproduksi perempuan, demikianlah adanya budaya Jawa yang berkembang bahkan masih bertahan hingga di masa modern seperti sekarang ini.
Saat ini, seiring dengan meningkatnya jumlah kemiskinan perempuan yang mengalami nasib seperti Kartini kian banyak. Namun, pihak pemerintah belum bergeming dan memprioritaskan mensejahterakan perempuan. Karena kesejahteraan perempuan dengan akses kesehatan yang mudah untuk dijangkau dan murah, dengan pendidikan yang murah dan tidak diskriminatif, dengan kondisi alam yang kondusif untuk berlangsungnya kehidupan dan tidak membahayakan serta berlimpahnya bahan pangan akan mengurangi resiko perempuan mengalami persoalan kesehatan dan gizi buruk.
Hak kesehatan reproduksi adalah menjadi salah satu bagian hak asasi manusia yang dijamin oleh berbagai perjanjian internasional, diantaranya seperti Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Terhadap perempuan (CEDAW). Namun hingga saat ini negara yang seharusnya pihak yang bertanggung jawab untuk memberi perlindungan tapi justru sebaliknya, lebih berpihak pada kaum pemodal dan pengusaha. Rakyat dibiarkan menjadi korban pencemaran limbah beracun pabrik-pabrik, rakyat dibiarkan menderita karena bencana kekeringan, bencana pemanasan global, atau pemerintah terkesan melindungi perusahaan yang mengakibatkan bencana Lumpur panas Sidoarjo.
Persoalan kerusakan alam seperti krisis air telah menyumbang angka kematian sebesar 34,6% terhadap anak-anak khususnya pada negara dunia ketiga. Setiap tahunnya 5.000.000 anak meninggal karena terkena penyakit diare. Bekurangnya persediaan air bersih selain dikarenakan privatisasi air, pengalihan sumber air bagi AC bagi hotel-hotel mewah, air bagi industri perkotaan, air untuk coolant (cairan untuk pendingin mesin), atau terpolusinya air karena timbunan sampah-sampah industri, hingga tidak terelakkan mengorbankan kebutuhan air bersih bagi masyarakat luas dan anak-anak yang tak ubahnya sebagai tumbal atas nama pembangunan.
Ancaman berbagai macam zat beracun yang disebabkan oleh limbah industri yang tidak bertanggung jawab terhadap kelangsungan ekologis akan menghancurkan kehidupan penduduk miskin. Dalam hal ini anak-anak sebagai korban pertama yang akan terkena dampaknya, karena anak-anaklah yang paling peka terhadap kontaminasi bahan kimia, selanjutnya pencemaran air yang disebabkan bahan kimia termanifestasi dalam kondisi kesehatan mereka. Misalnya, penyakit polio, diare, kolera akan semakin mudah menyerang anak, dimana mereka hidup pada situasi persediaan air yang tercemar.
Maka, pada momentum Hari Anti Kekerasan Terhadap perempuan Sedunia ini, mari kita memaknainya dengan semangat untuk terus memperjuangkan kehidupan yang layak bagi masyarakat dan menuntut diberlakukannnya peraturan hukum yang memadai yang pro kepentingan perempuan dan kepentingan rakyat secara keseluruhan.

Tidak ada komentar: