Sepatu adalah pelindung kaki disaat kita melakukan aktivitas. Sepatu adalah salah satu hal terpenting yang bisa dimiliki seseorang. Tidak sedikit yang rela mengeluarkan uang banyak demi menambah koleksi sepatunya, bahkan ada yang sampai niat berburu ke luar kota bahkan ke luar negeri.
TIPS MEMILIH SEPATU
Ketika dicoba kaki dapat bernapas, lentur dan mengikuti bentuk kaki Anda.
Bantalan sepatu mampu menahan sentakan saat dipakai berjalan pada permukaan yang kasar.
Ketika memakai sepatu tersebut badan dapat berdiri dengan seimban dan berjalan dengan nyaman
Sebaiknya Anda membeli sepatu pada malam hari. Mengapa begitu? Pada malam hari, kaki berada pada kondisi mengembang. Pastikan kaki Anda merasa nyaman saat mengenakan sepatu.
KESULITAN MEMILIH SEPATU, MEMESAN & MEREPARASI SEPATU KESAYANGAN ?
Terkadang kita sudah berkeliling dan berpindah dari satu toko ke toko lain tapi tidak menemukan sepatu yg pas.
IDOLA, yang beralamat di Jl. Sersan Suharmaji 239 Manisrenggo-Kota Kediri membantu anda menyediakan berbagai model sepatu kulit pria & wanita.
IDOLA, menerima pesanan sepatu kulit dengan mode sesuai pesanan.
IDOLA, juga menerima jasa reparasi sepatu kulit, sandal, jaket, maupun tas kulit.
PESAN ONLINE:
Di IDOLA: .http//www.idola.co.org
PIN: 76BD4F6D
Fb: kipas_hapsari@yahoo.com
Atau
datang langsung ke toko sepatu IDOLA Jl. Sersan Suharmaji 239 Manisrenggo Kediri
Telp. 081 2343 5087
Kamis, 03 Juli 2014
Sabtu, 09 Juni 2012
Lebih Kreatif Dengan Kemudahan Pendidikan Berbasis TI
Lebih
Kreatif Dengan Kemudahan Pendidikan Berbasis TI
Oleh: Ratih Indri
Hapsari, S.Sos
Teknologi
informasi yang merupakan produk kemajuan peradaban manusia, pada perkembangannya memiliki
kontribusi yang sangat besar dalam mendukung proses kreativitas manusia. Kreativitas
manusia modern tidak pernah terlepas dari Teknologi Informasi sebagai
penunjangnya. Misalnya di dalam dunia pendidikan, sangat penting pemanfaatan
teknologi dalam proses Kegiatan Belajar Mengajar (KBM) untuk lebih memudahkan
dalam penyampaian materi agar pemahaman peserta didik bisa menjangkau sedekat
mungkin dengan fakta obyektif ilmu
pengetahuan.
Berikut
ini adalah sekilas mengenai cara pembelajaran di Indonesia, yang pertama
pembelajaran dengan metode konvensional, yaitu ceramah dan variasi diskusi
kelas. Yang kedua, metode pembelajaran secara modern dengan menggunakan alat
peraga maupun pemanfaatan teknologi informasi secara massif.
Mengapa
KBM Dengan Metode Konvensional?
Mata
pelajaran “Sosiologi” tingkat SMA. Di semester awal, terdapat pokok bahasan
mengenai “Masyarakat Multikultural dan Konflik Sosial”. Jika pilihan proses KBM
secara konvensional, maka pembelajaran yang dilakukan di kelas pada umumnya
yaitu: menganalisa konsep Multikulturalisme dan konsep Konflik Sosial. Kemudian bisa saja berdiskusi,
sebagai referensi awalan diskusi adalah situasi lingkungan yang diperoleh siswa
dari pengalaman sehari-hari siswa maupun
informasi yang didapatkan melalui media massa.
Sejauh
ini memang tidak adil rasanya jika KBM konvensional seperti contoh di atas diposisikan sebagai model pembelajaran yang
kuno yang sekarang juga harus dirubah. Terlebih melihat kenyataannya teknik pembelajaran
konvensional tersebut masih berlaku di sekolah-sekolah yang secara teknologi
belum memadai karena keterbatasan sarana dan prasarana. Misalnya, gedung
sekolahnya saja mau roboh, sekolah-sekolah di daerah yang memang belum
tersentuh oleh jaringan listrik. Atau, ada juga sekolah yang memiliki fasilitas
Teknologi Informasi modern, tapi fasilitas tersebut belum digunakan secara maksimal dalam KBM, hal
tersebut disebabkan antara lain faktor para pendidik yang belum akrab dengan
Teknologi Informasi. Memang sangat disayangkan.
Memutus Mata Rantai
Ketertinggalan
Menyadari
bahwa dunia begitu cepat mengalami perubahan disebabkan oleh arus globalisasi yang
sedemikian pesat. Maka pendidik memiliki kapasitas yang besar dalam pendampingan
menyambut era globalisasi tersebut. Atap sekolah mungkin bocor, gedung sekolah
mungkin hampir roboh, sebagian dari pendidik yang berusia lanjut mungkin tidak
akrab teknologi, dan mungkin saja sekarang masih banyak daerah yang terisolasi
dari terangnya jaringan listrik. Tetapi, bukanlah suatu kemustahilan bagi
anak-anak dan peserta didik yang gedungnya mau roboh tersebut sudah sedemikian
dekat dengan gadget modern dan internet.
Suatu daerahpun tidak akan gelap tanpa listrik untuk selama-lamanya. Pasti suatu
saat nanti, cepat atau lambat akan ada pembenahan menuju kesejahteraan, karena
perubahan adalah keniscayaan.
Adalah
tanggungjawab moral bagi pendidik yang memiliki kesiapan secara teknis dan
mental dalam kemajuan teknologi informasi diharapkan bisa pro aktif dan semakin antusias dalam pemanfaatan
Teknologi Informasi di dalam proses KBM. Tujuannya yaitu, pertama, materi yang disampaikan akan lebih variatif. Misalnya matapelajaran Sosiologi SMA dengan pokok
bahasan “Sosialisasi” dengan sub bahasan “keluarga”. Dari pengalaman proses KBM
di kelas, saya menampilkan cuplikan film yang berjudul “Just Married”( bisa
dilihat di: peraga 1). Siswa saya minta
untuk menganalisa fungsi manifest
(terlihat) lembaga keluarga dan fungsi latent
(tersembunyi) lembaga keluarga yang tersirat dari cuplikan film tersebut maupun
dari pengalaman sehari-hari siswa. Teknik KBM secara konvensional tentu tidak
akan mungkin menghadirkan abstraksi nyata sebuah keluarga di ruang kelas.
Kekurangan tersebut terjawab oleh kemajuan teknologi informasi. Berkat
seperangkat laptop dan proyektor guru bisa menghadirkan media peraga pendidikan
berupa “film”, dan hasilnya siswa sangat antusias dan tidak bosan.
Kedua, peran pendidik memiliki
kapasitas mengenalkan teknologi sebagai basis pengembangan ilmu pengetahuan.
Misalnya, menunjang rancang bangun arsitektur, botani planting, membuat rumusan
dasar teknologi pesawat, teknik mutakhir rekayasa multimedia, dll.
Ketiga, ketika membutuhkan tambahan
referensi sebagai penunjang proses KBM , maka berkat kemajuan teknologi
informasi dan internet, maka pendidik
bisa dengan leluasa browsing
referensi maupun gambar yang dibutuhkan, tentunya dengan catatan tidak boleh
lupa mengiformasikan kepada siswa alamat domain asal data tersebut didapat. Hal
ini penting untuk menanamkan sikap sportif bukan plagiatif (bisa dilihat di:
peraga 2).
Keempat, melalui pemanfaatan kemajuan
Teknologi informasi, pendidik dan
peserta didik bisa lebih intens berdiskusi
dalam konteks dunia akademis. Misalnya, melalui jejaring sosial facebook,
twitter, blogger, dll.
Kelima, pemanfaatan teknologi dalam
dunia pendidikan juga bisa mengurangi bahaya global warming secara efektif. Misalnya, membiasakan mengumpulkan tugas
makalah melalui email. Bisa
dibayangkan, jika tugas-tugas tidak lagi ditulis di kertas, berapa banyak pohon
yang terselamatkan. Selain itu kelebihan membiasakan mengerjakan tugas
menggunakan perangkat teknologi modern akan memberi jalan bagi peserta didik
untuk meng-upload dan menyebarluarkan karya ilmiahnya. Efeknya,
betapa ramainya iklim ilmiah, siswa perlahan juga tidak akan malu-malu untuk
ikut dalam berbagai perlombaan. Apalagi informasi mengenai lomba, beasiswa,
festival menulis sangat erat dengan sistem informasi internet, jadi dengan
demikian tidak ada lagi ketertinggalan informasi.
Keenam, manfaat secara budaya. Apabila
pendidik bersama-sama dengan konsisten menggunakan perangkat teknologi
informasi secara efektif dalam proses pembelajaran, maka secara perlahan akan
terkonstruk di dalam pikiran siswa bahwa pemanfaatan teknologi erat kaitannya
dengan proses kreatif yang produktif. Dengan demikian, penyalahgunaan teknologi
di kalangan pelajar akan berkurang. Karena di mindset peserta didik sudah
lebih tertata mengenai pemanfaatan kemajuan teknologi informasi secara cerdas
dan terarah.**
Tulisan ini disertakan dalam lomba penulisan artikel guru di Guraru: http://www.guraru.org/news/2012/05/09/499/lomba_penulisan_artikel_guraru_quotpemanfaatan_teknologi_untuk_ruang_kelas_yang_kreatif.html
Tulisan ini disertakan dalam lomba penulisan artikel guru di Guraru: http://www.guraru.org/news/2012/05/09/499/lomba_penulisan_artikel_guraru_quotpemanfaatan_teknologi_untuk_ruang_kelas_yang_kreatif.html
Tema
“Pemanfaatan Teknologi Untuk Pendidikan”
Sabtu, 21 April 2012
Mewarisi Fisafat Hidup Kartini
“… Aku sangat bangga, Stella, disebut satu
nafas dengan rakyatku ”.
( surat Kartini kepada Stella, pada 17 Mei 1902)
Mengenang kembali sosok
Kartini, berarti mengingat kembali riwayat mengharukan mengenai perempuan muslim
yang taat, seorang pribumi berdarah biru
yang hidup ketika Indonesia dalam cengkraman kolonialisme Hidia-Belanda.
Kartini, pada dekade itu adalah seorang perempuan pejuang sekaligus pelopor
pembebasan yang konsisten. Terbukti, sepanjang hidupnya, semenjak usianya
belasan tahun hingga kematian menjemput, tanpa henti dan tak pernah menyerah terus
bergelut dalam aktivitas perjuangan untuk kemajuan masyarakat. Begitu gigihnya
Kartini mengajari membaca dan menulis para perempuan, sedangkan Ia sendiri, pada
masa itu dihadapkan pada lingkungan yang sangat kental dengan feodalisme.
Dimana perempuan dikondisikan hanya berkutat pada sektor domestik.
Dulu tidaklah mudah,
bahkan bagi seorang Kartini sekalipun untuk memulai suasana kelas yang
diidam-idamkan. Banyak sekali rintangan dan sabotase.
Selain dilarang keras oleh pemerintah
Hindia Belanda, antara lain halangan tersebut berasal justru dari ayahnya
sendiri_seorang yang sangat Kartini hormati dan cintai. Penghalang tersebut
kian nyata ketika Kartini dijodohkan dengan seorang Bupati. Kartini menuruti
saran sang Ayah untuk menikah di usia muda, dan dalam kondisi psikologis yang
penuh angan tentang pembebasan.
Kartini paska menikah,
hidupnya relatif nyaman dan serba tercukupi. Namun, diakuinya tidurnya tak pernah
nyenyak. Karena, ketika semakin banyak Ia berdialog dengan rakyat semakin
berkembang kesadarannya tentang cita-cita pembebasan. Kartini menyadari
realitas kehidupan disekitarnya semakin rapuh. Itulah yang membangkitkan jiwa
dan semangat Kartini menjadi bertambah kokoh, tekat semakin bulat dan cita-cita
mengenai pendidikan untuk pembebasan tidak boleh ditunda-tunda.
Tentu kesadaran yang
dimiliki Kartini adalah kesadaran tertinggi. Meskipun status sosialnya mapan
namun tidak lantas menutup mata terhadap kondisi objektif masyarakat yang masih
tertindas. Sikap Kartini jelas sungguh berbeda dengan kisah pejuang dan aktivis
paska kolonial. Misalnya, aktivis di era roformasi_meskipun tidak semuanya.
Aktivis yang sebelumnya sangat garang memprotes pemerintahan otoriter Orba,
setelah menduduki posisi yang mapan di salah satu partai politik atau lembaga
pemerintahan, kini justru menjadi tumpul kesadaran kritis dan macet sentimen
kerakyatan, alias tidak berkutik. “Aktivis kacangan” tersebut jelas masih jauh dari
standart capaian kesadaran Kartini,
yang notabene bangsawan/berdarah biru
namun tidak menduplikasi mentalitas dan kesadaran orang yang menindas mereka.
Kartini justru memilih menjadi pendidik, sebab salah satu misi dan tugas
pendidikan adalah bagaimana membebaskan alam pikir kaum tertindas dari
kekaguman terhadap kaum penindas, yang terkadang itu terjadi tanpa disadari.
Memang kondisi
pendidikan untuk mayoritas rakyat pribumi pada waktu itu, jelas jauh berbeda dari situasi pendidikan di
era sekarang, dimana lembaga pendidikan menjamur dan tidak ada lagi hambatan
yang cukup signifikan bagi perempuan untuk mendapatkan pendidikan.
Namun ironis,
pendidikan yang dulu merupakan barang langka yang mencatatkan proses sejarah
panjang dan melelahkan untuk mencapai tahapan yang lebih maju, kini kondisi
pendidikan di Indonesia sangat memprihatinkan dan carut marut. Pendidikan, kini
adalah komoditas instan semata-mata untuk mendapatkan ijasah dan pengetahuan
dianggap seperti “barang jadi” yang siap ditelan peserta didik tanpa melalui
proses seleksi dan refleksi bersama. Padahal manusia
memiliki kapasitasnya untuk berfikir. Kapasitas inilah yang memungkinkan mereka
terlibat di dunia dengan maksud dan tujuan yang jelas. Kapasitas reflektif
membuat manusia mampu menjaga jarak dengan dunia dan mampu untuk memberi makna
kepada dunia serta memungkinkan manusia untuk reserve. Kapasitas berfikir membuat manusia mampu memproblematisasi
kontradiksi-kontradiksi yang terjadi dalam realitas kehidupan dan bagaimana
mengubahnya. Mereka juga mampu menamai dan mengubah dunia lewat
bahasa-pikirannya untuk menciptakan sejarah masa depan.
Perlu diketahui,
Kartini tidaklah pernah berpendapat negatif mengenai peran domestik yang
diemban oleh perempuan. Justru Kartini ingin menambah kapasitas perempuan
pribumi dibidang pengelolaan rumahtangga, ketrampilan, kesenian, emansipasi,
pengetahuan politik melalui tatacara filsafat pendidikan kritis. Pendidikan
adalah sarana penting yang dijadikan alat oleh Kartini untuk mentransformasikan
pengetahuan objektif yang bertujuan mengubah situasi penjajahan dan feodalisme
menuju pembebasan dan egaliter. Oleh karena itu penting
pendidikan
kritis berbasis pada keadilan dan kesetaraan. Melalui pendidikan yang tidak
hanya berkutat pada pertanyaan seputar sekolah, kurikulum, tapi juga
mewacanakan tentang keadilan sosial dan kesetaraan.
Kartini melihat
masyarakat Jawa adalah masyarakat yang kental hierarki, namun belum memiliki konsep utuh mengenai hak dan
kemanusiaan. Mayarakat pribumi dan jumlahnya mayoritas justru berada di kasta
paling rendah, di atasnya adalah kaum bangsawan dan golongan timur jauh (Cina,
Arab), sedangkan posisi puncak kasta adalah bangsa Eropa. Itu artinya ada
kesalahan dan penderitaan rakyat yang diakibatkan dari sistem pranata tersebut.
Pergumulan Kartini
dengan aktivis dan intelektual asal Eropa sangat mempengaruhi cara pandang
Kartini, opini tersebut menjadi dominan disebabkan terbit sebuah buku “Habis
Gelap Terbitlah Terang”, yang merupakan kumpulan surat Kartini kepada
sahabatnya yang berasal dari Eropa. Hal itulah yang kemudian memunculkan
“prasangka” oleh beberapa pihak. Antara lain, label bahwa emansipasi Kartini
terlalu barat, tidak cocok jika diadopsi oleh bangsa Indonesia. Jika ditelusuri
dengan teliti, prasangka tersebut hanyalah upaya kelompok patriarkal yang
memiliki destinasi penghancuran semangat emansipasi di Indonesia.
Kartini bukanlah
seorang yang menelan mentah sebuah cara pandang tanpa merefleksikan terlebih
dahulu. Proses refleksi penting untuk dilakukan
merupakan akulturasi ajaran budaya Jawa dengan budaya Hindu Budha. Yaitu, cara
pandang dalam mencari kebenaran tidak semata demi kebenaran. Agar manusia terhindar dari keinginan yang
menimbulkan penderitaan, maka manusia perlu meningkatkan pengetahuan dan
menyadari adanya berbagai ilusi serta cara menghindarinya. Untuk dapat
menghilangkan ilusi dan ketidaktahuan, pertama-tama manusia harus meluruskan
pengertian tentang kenyataan.
Dengan pengetahuannya
tentang kenyataan, ia kan menyadari hal- hal apa saja yang merupakan ilusi dan
hal-hal apa yang merupakan kebaikan kebenaran. Pemahaman Kartini terhadap
pengetahuan membutuhkan keseluruhan diri manusia, baik pikiran, perasaan, dan
tindakan. Dalam hal ini termasuk pemikiran filosofis, pemurnian seluruh hidup,
dan aktivitas kontemplasi sehingga tindakan perjuangan tidak menjauh dari
kontradiksi masyarakat, namun bisa menjawab keresahan itu dan merubahnya menuju
situasi yang lebih baik. Selain itu Kartini menginginkan emansipasi yang
dilakukan perempuan sangat penting, namun tidak benar jika cita-cita emansipasi
perempuan adalah menjadi seperti laki-laki borjuis atau terlibat penindasan
yang tamak.
Penulis: Ratih Indri Hapsari (kipas_hapsari@yahoo.com)
Rabu, 29 Februari 2012
Internet Menyehatkan Pelajar Indonesia
Pengaruh kemajuan teknologi terhadap pelajar harus diakui melebihi apa pun, bahkan lembaga keluarga maupun lembaga pendidikan. Meskipun banyak kasus yang menimpa pelajar yang menunjukkan penyalahgunaan kemajuan teknologi komunikasi sehingga membawa dampak terburuk bagi tingkah laku pelajar dalam lembaga pendidikan (sekolah).
Memang dengan kecanggihan teknologi, kini prosedur berinteraksi tidak harus face to face atau kontak langsung. Berinteraksi eksklusif maupun kolektif seiring perkembangan zaman mulai difasilitasi oleh gadget yang mudah dan murah. Mau sekedar bergosip, tertawa, menangis, berdiskusi, jatuh cinta, bahkan loe-gue end (putus cinta) bisa saja terjadi meskipun tanpa melalui kontak langsung.
Fenomenanya sudah sampai pada tahapan menjadi sistem budaya. Kalangan pelajar memang memiliki ketergantungan kuat terhadap internet, terutama sebagai sarana tampil di dunia maya. Bagi sebagian besar kalangan pelajar, berselancar di dunia maya sangat penting, disamping berinteraksi dengan lingkungan sekitar yang riil. Menjadi populer dan sempurna di dunia maya adalah prioritas, selain tentunya diimbangi berkompetisi dan berorganisasi secara nyata.
Keniscayaannya, teknologi semakin mendekatkan kesadaran pelajar akan pentingnya budaya literatif. Budaya literatif adalah nuansa antusiasisme membaca dan kemampuan menuangkan ide baru dalam bentuk tulisan ilmiah. Membaca adalah aktivitas penting untuk dilakukan siapapun terutama oleh kalangan pelajar. Karena pelajar adalah generasi yang memikul tanggung jawab besar sebagai penentu arah kemajuan bangsa dan bertanggung jawab terhadap nasib yang menimpa masyarakat luas. Membaca berita, artikel, esai, karya sastra, buku melalui internet kini adalah kewajaran, seiring kemajuan teknologi dan akses internet yang mudah sekali dinikmati oleh seluruh rakyat Indonesia pada umumnya.
Semoga dengan banyak membaca, pengetahuan akan semakin luas dan akan memacu pelajar untuk lebih kreatif, inovatif. Selain itu budaya literatif akan membentuk karakter yang lebih matang dan kontempelatif. Menghalangi dan melarang para pelajar tidak menyentuh gadget canggih dengan alasan untuk mencegah akibat-akibat buruknya bukanlah pemecahan jangka panjang, justru sebaliknya hal tersebut tergolong pemasungan. Lebih rasional jika kalangan pendidik bersedia terjun langsung memantau perkembangan kalangan siswa dalam kaitannya dengan kemajuan teknologi. Misalnya, sekolah menyediakan pelanyanan dan memperbolehkan penggunaan internet, namun memblokir situs yang dapat merusak iklim akademis. Pendidik dan siswa bergabung dalam jejaring sosial, sehingga bisa lebih intens dalam berdikusi persoalan seputar pelajaran, cara lainnya yaitu membiasakan menyelesaikan tugas sekolah dan mengirimnya melalui email.
Tugas yang dikirim melalui pesan elektronik memiliki beberapa kelebihan, selain lebih modern, efektif waktu, juga akan menghemat kertas. Penghematan kertas sangat penting mengingat ancaman global warming. Dengan metode dan cara pandang demikian mudah-mudahan ada kemajuan di kalangan pelajar dalam menghadapi kemajuan teknologi. Kemajuan teknologi adalah tantangan dan ujian bagi kita semua. ****
Ratih Indri Hapsari; Mengajar di SMA Kertanegara Kediri & SMK Bhakti Indonesia Medika Kediri; Pengamat pop culture; (menetap di: kipas_hapsari@yahoo.com)
*Tulisan ini diikutsertakan dalam lomba Blog Writing Competition: Eksis Dengan Internet yang diselenggarakan oleh Dunia Axis (http://duniaaxis.co.id/)
Memang dengan kecanggihan teknologi, kini prosedur berinteraksi tidak harus face to face atau kontak langsung. Berinteraksi eksklusif maupun kolektif seiring perkembangan zaman mulai difasilitasi oleh gadget yang mudah dan murah. Mau sekedar bergosip, tertawa, menangis, berdiskusi, jatuh cinta, bahkan loe-gue end (putus cinta) bisa saja terjadi meskipun tanpa melalui kontak langsung.
Fenomenanya sudah sampai pada tahapan menjadi sistem budaya. Kalangan pelajar memang memiliki ketergantungan kuat terhadap internet, terutama sebagai sarana tampil di dunia maya. Bagi sebagian besar kalangan pelajar, berselancar di dunia maya sangat penting, disamping berinteraksi dengan lingkungan sekitar yang riil. Menjadi populer dan sempurna di dunia maya adalah prioritas, selain tentunya diimbangi berkompetisi dan berorganisasi secara nyata.
Keniscayaannya, teknologi semakin mendekatkan kesadaran pelajar akan pentingnya budaya literatif. Budaya literatif adalah nuansa antusiasisme membaca dan kemampuan menuangkan ide baru dalam bentuk tulisan ilmiah. Membaca adalah aktivitas penting untuk dilakukan siapapun terutama oleh kalangan pelajar. Karena pelajar adalah generasi yang memikul tanggung jawab besar sebagai penentu arah kemajuan bangsa dan bertanggung jawab terhadap nasib yang menimpa masyarakat luas. Membaca berita, artikel, esai, karya sastra, buku melalui internet kini adalah kewajaran, seiring kemajuan teknologi dan akses internet yang mudah sekali dinikmati oleh seluruh rakyat Indonesia pada umumnya.
Semoga dengan banyak membaca, pengetahuan akan semakin luas dan akan memacu pelajar untuk lebih kreatif, inovatif. Selain itu budaya literatif akan membentuk karakter yang lebih matang dan kontempelatif. Menghalangi dan melarang para pelajar tidak menyentuh gadget canggih dengan alasan untuk mencegah akibat-akibat buruknya bukanlah pemecahan jangka panjang, justru sebaliknya hal tersebut tergolong pemasungan. Lebih rasional jika kalangan pendidik bersedia terjun langsung memantau perkembangan kalangan siswa dalam kaitannya dengan kemajuan teknologi. Misalnya, sekolah menyediakan pelanyanan dan memperbolehkan penggunaan internet, namun memblokir situs yang dapat merusak iklim akademis. Pendidik dan siswa bergabung dalam jejaring sosial, sehingga bisa lebih intens dalam berdikusi persoalan seputar pelajaran, cara lainnya yaitu membiasakan menyelesaikan tugas sekolah dan mengirimnya melalui email.
Tugas yang dikirim melalui pesan elektronik memiliki beberapa kelebihan, selain lebih modern, efektif waktu, juga akan menghemat kertas. Penghematan kertas sangat penting mengingat ancaman global warming. Dengan metode dan cara pandang demikian mudah-mudahan ada kemajuan di kalangan pelajar dalam menghadapi kemajuan teknologi. Kemajuan teknologi adalah tantangan dan ujian bagi kita semua. ****
Ratih Indri Hapsari; Mengajar di SMA Kertanegara Kediri & SMK Bhakti Indonesia Medika Kediri; Pengamat pop culture; (menetap di: kipas_hapsari@yahoo.com)
Minggu, 19 Februari 2012
Menjemput Manusia Kecil
Tentang berita anak kecil..belum belasan tahun. Tapi dia punya ide dan melakukan penusukan terhadap temannya sendiri. Penyebabnya ha-pe. . Yah! Penyebabnya telpon genggam.Ironi. Dan setiap pertemuanku dengan anak2ku..aku semakin ngeri tehadap kenyataan di sekitarku. Anak-anak sekarang: lebih penting membawa HP daripada membawa otak. Ketika membawa HP, keliatannya seringkali mereka seperti tidak membawa otak kreatif. Oooooohhh! Tak bisakah manusia manusia kecil yang lucu dan enerjik itu sekaligus membawa otak dan HP???? Tak bisakah??? Seharusnya bisa.
Langganan:
Postingan (Atom)