Rabu, 26 Maret 2008

Opini

Tulisan Ini hari Senin, 24 Maret 2008 sempat nampang di Koran SURYA. terima kasih pada redaksi SURYA. Semoga Bermanfaat.


Refleksi World Water Day, 22 Maret 2008:
Mewaspadai Teror Krisis Air
*Oleh: Ratih Indri Hapsari

Masyarakat Indonesia secara luas, banyak yang belum mengetahui bahwa tanggal 22 Maret setiap tahunnya diperingati sebagai World Water Day atau Hari Air Dunia. Sejarah adanya Hari air dimulai dari kesepakatan pada Sidang Umum ke-47 PBB pada tanggal 22 Desember 1992 di Rio De Janeiro, Brasil.
Pada perkembangannya, setiap tahunnya pada tanggal 22 Maret, dunia memperingatinya sebagai Hari Air. Namun sangat disayangkan karena Hari Air belum tersosialisasi secara massif pada masyarakat luas, terutama di kalangan kaum miskin. Padahal keberadaan sebuah momentum sangat berguna secara budaya maupun politis dalam artian sebagai hari dimana terjadi refleksi, kampanye maupun tuntutan-tuntutan mengenai isu seputar air dan lingkungan. Air bersih kini keberadaanya kian langka karena telah dikomersilkan oleh perusahaan korporasi bisnis demi keuntungan segelintir orang, hingga yang tersisa adalah air-air kotor akibat pencemaran limbah pabrik yang merusak ekosistem maupun sanitasi yang salah urus hingga sangat mengancam kehidupan umat manusia.
Hari Air sedunia justru dimanfaatkan oleh perusahaan-perusahaan besar air minum, seperti Coca-cola, Danone. Perusahaan-perusahaan besar tersebut pada umumnya mengambil momentum Hari Air Sedunia sebagai ajang kampanye ‘kemanusiaan’. Pada Hari Air mereka beramai-ramai menjadi sponsor Universitas Terkemuka untuk melakukan penelitian mengenai kadar pencemaran air sungai. Selanjutnya, mengadakan kampanye, supaya masyarakat mengkonsumsi air bersih, air yang layak minum. Pada Akhirnya dapat disimpulkan, Hari Air versi perusahaan air minum bukanlah murni semangat kemanusiaan namun juga membawa kepentingan-kepentingan pasar.
Logika pemodal adalah meraih keuntungan sebanyak-banyaknya dengan menggunakan berbagai macam cara agitasi dan propagada, bahkan jika perlu dibungkus topeng hingga nampak suci dan humanis. Padahal, privatisasi air dan komersialisasi air bersih yang dilakukan oleh investor perusahaan air minum yang didukung penuh oleh pemerintah mengakibatkan masyarakat miskin semakin sulit untuk mendapatkan akses air bersih .
Bagaimana mungkin, persoalan air akan selesai hanya dengan penelitian yang capaiannya adalah mengidentifikasi yang jauh dari solusi konkret. Pada kenyataannya persoalan air bersih tidak akan tuntas hanya dengan melakukan kampanye supaya masyarakat tidak membuang sampah sembarangan, masyarakat tidak diperkenankan membangun rumah-rumah kumuh di sepanjang tepian sungai, sedangkan di sisi lain ribuan pabrik dengan bebas setiap tahunnya masih membuang berton-ton zat beracun ke-sungai. Jelas bukanlah solusi, ketika menuntut masyarakat dengan propaganda berwajah humanis: “Untuk hidup sehat hendaknya konsumsilah air yang bersih dan sehat seperti air produksi perusahaan kami.” Mengapa air yang merupakan hasil alami keseimbangan siklus alam dan keberadaannya menjadi bagian dari alam kini hanya menjadi milik orang-orang berduit dan kemudian mereka memonopoli, menjadi makelar air tanpa malu dan menjualnya dengan mahkota harga pada masyarakat yang bagaimanapun juga adalah kelompok yang paling berhak atas air bersih tersebut.

Krisis Air yang Mendunia
Kondisinya kini memang semakin gawat, dunia menghadapi musibah Krisis Air. Yang dimaksudkan dengan krisis air adalah situasi bukan hanya ketika volume air menipis, namun juga menyangkut pencemaran air, komersialisasi air, akses terhadap air yang sulit maupun regulasi dan sanitasi yang rusak. Seluruh persoalan mengenai air dapat diartikan krisis air, yaitu keberadaan air yang secara berhadap-hadapan merusak alam yang disebabkan oleh human error (intervensi manusia).
Di Indonesia krisis air menjadi persoalan besar yang tidak kunjung terselesaikan. Jutaan penduduk telah menjadi korban tapi hingga saat ini pemerintah belum proaktif, namun sebaliknya justru kini pemerintah dan DPR beberapa waktu lalu mengeluarkan kebijakan baru berupa UU Penanaman Modal (UU PM) yang meliberalkan regulasi penanaman modal, yang substansinya justru akan berdampak buruk bagi kepentingan masyarakat luas maupun lingkungan.
Misalnya UU PM, dalam salah satu pasalnya, memperbolehkan suatu perusahaan menutup dan merelokasi industri dan modal (capital flight). Pada pasal tersebut tidak dijelaskan mengenai ganti rugi perusahaan terhadap kerusakan lingkungan yang diakibatkan ketika perusahaan masih beroperasi. Secara vulgar dan sepihak jelas bahwa kebijakan yang dikeluarkan pemerintah telah condong pada kepentingan pemodal dan mengabaikan kondisi kesehatan, sosiologis, maupun ekologis masyarakat luas. Contoh kasus, terjadi pada pencemaran sungai karena luberan lumpur Porong, Sidoarjo. Pemerintah tidak berani mengambil langkah tegas mengadvokasi masyarakat Porong menuntut keadilan dan ganti rugi moril materiil pada perusahaan PT Lapindo Brantas.
Krisis air telah mengakibatkan krisis harapan untuk hidup. Krisis air telah menyumbang angka kematian sebesar 34,6% terhadap anak-anak khususnya pada negara dunia ketiga. Setiap tahunnya 5.000.000 anak meninggal karena terkena penyakit diare. Bekurangnya persediaan air bersih selain dikarenakan privatisasi air, pengalihan sumber air bagi AC bagi hotel-hotel mewah, industri perkotaan, air untuk coolant (cairan untuk pendingin mesin), atau terpolusinya air karena timbunan sampah-sampah industri, hingga tidak terelakkan kebutuhan air bersih bagi masyarakat luas dan anak-anak terperosok menjadi tumbal atas nama pembangunan. Di Jepang, para nelayan mandiri di Teluk Minamata tidak memakan ikan karena air terkontaminasi oleh merkuri yang dibuang oleh pabrik kimia Chissio di teluk tersebut selama lebih dari 30 tahun. Menurut laporan Indian Council of Medical Research, pada tahun 1984 di Bhopal, kebocoran pestisida dari Union Carbide telah menyebabkan ribuan orang tewas secara mendadak dan ribuan perempuan mengalami gangguan reproduksi
Ancaman berbagai macam zat beracun seperti di atas antara lain disebabkan oleh limbah industri yang tidak bertanggung jawab terhadap ekologi akan menghancurkan kehidupan manusia. Dalam hal ini anak-anak sebagai korban pertama yang akan terkena dampaknya, karena anak-anaklah yang paling peka terhadap kontaminasi bahan kimia, selanjutnya pencemaran air yang disebabkan bahan kimia termanifestasi dalam kondisi kesehatan mereka. Misalnya, penyakit polio, diare, kolera akan semakin mudah menyerang anak, pada kondisi mereka hidup dalam situasi persediaan air yang tercemar.

Sabtu, 22 Maret 2008

22 Maret 2008: World Water Day

"Perempuan Pesisir Itu...Menata Lingkungannya"

Tanggal 11 - 13 Maret 2008, disebuah Balai Pertemuan Umum milik pemerintah kecamatan Teluk Mengkudu kabupaten Serdang Bedagai penuh sesak dengan pengunjung yang berjumlah seratusan orang, masyarakat dari desa Bogak Besar, Sentang dan Sialang Buah kecamatan Teluk Mengkudu. Ada pula anggota serikat nelayan dari Serikat Nelayan Merdeka (SNM) kabupaten Serdang Bedagai, Kepala Desa Bogak Besar, Kepala Dusun, LKMD, Karang Taruna, PKK, BPD, Camat Teluk Mengkudu, Dinas Kehutanan serta Dinas Perikanan kabupaten Serdang Bedagai.Ruangan ditata sedemikian rupa dengan pajangan poster-poster dan foto-foto kegiatan konservasi hutan bakau yang dilakukan oleh Serikat Perempuan Petani dan Nelayan (SPPN), salah satu serikat perempuan anggota HAPSARI Sumatera Utara, serta Serikat Nelayan Merdeka (SNM) kabupaten Serdang Bedagai. Ada dua acara yang dilakukan sekaligus pada tiga hari itu ; sosialisasi pentingnya bertindak untuk penyelamatan dan perawatan lingkungan pesisir, serta workshop "Rehabilitasi Pengelolaan Hutan Bakau Berbasis Masyarakat".Jadi, seratusan orang yang hadir dan tampak sangat antusias melihat-lihat poster dan aneka foto itu datang dibagian acara sosialisasi atau yang dalam program SPPN disebut Kampanye Membangun Kesadaran Lingkungan. Sedangkan 40 orang lainnya secara khusus menjadi peserta workshop."Ini adalah pelaksanaan program rehabilitasi dan pengelolaan hutan bakau di desa Bogak Besar kecamatan Teluk Mengkudu, yang merupakan tindak lanjut dari kegiatan konservasi pesisir oleh SPPN sejak tahun 2004 lalu," demikian penjelasan Rusmawati, ketua SPPN Serdang Bedagai dalam kata sambutannya, didampingi Henny Rahayu sekretaris SPPN.Lebih jauh Rusmawati menjelaskan bahwa saat ini kondisi hutan bakau di kawasan pesisir Sumatera Utara sudah mengalami tingkat kerusakan yang sangat parah akibat dibiarkannya perusakan-perusakan hutan untuk mendirikan tambak pada tahun 80-an atau penebangan pohon-pohon bakau, tanpa upaya menanam kembali.Karena fungsi ekologis hutan bakau yang antara lain mempunyai kemampuan meredam gelombang, menahan lumpur dan melindungi pantai dari abrasi, gelombang pasang dan pengendalian banjir kini telah hilang. Hutan bakau yang juga memiliki fungsi social dan ekonomis, sebagai sumber mata pencaharian bagi masyarakat pesisir untuk mendapatkan ikan dan udang, produksi berbagai jenis hasil hutan dan hasil hutan ikutannya, tempat rekreasi atau wisata alam, dan obyek pendidikan, latihan serta pengembangan ilmu pengetahuan juga tinggal kenangan. Sekarang, masyarakat terutama kaum perempuan yang selama ini mendapat beban untuk bertanggungjawab terhadap keselamatan keluarga (rumah dan anak-anak mereka), selalu khawatir dan ketakutan kalau terjadi gelombang besar di laut. Khawatir akan terjadi bencana alam seperti banjir atau angin topan yang merusak rumah-rumah mereka, karena sudah tidak ada lagi hutan bakau sebagai penahannya. Melalui program ini, SPPN hendak ikut serta mengatasi terjadinya kerusakan hutan bakau di kawasan pesisir Kecamatan Teluk Mengkudu, karena nyatanya perempuan adalah mayoritas masyarakat yang paling merasakan dampak dari kerusakan hutan bakau. Dan tampaknya pemerintah daerah di kabupaten Serdang Bedagai telah mempunyai komitmen dan program konkrit konservasi pesisir dengan rehabilitasi hutan bakau. Ini pertanda baik. Jadi, SPPN memanfaatkan peluang ini untuk berdiskusi dengan instansi terkait, bukan untuk mengajukan proposal proyek, tapi lebih jauh meminta tanggungjawab pemerintah dalam pengelolaan lingkungan pesisir yang berkelanjutan. Tuntutan SPPN juga disambut positif oleh pemerintah melalui Kepala Desa Bogak Besar, Camat Teluk Mengkudu, Dinas Kehutanan dan Perikanan Serdang Bedagai. Pada workshop dimana mereka menjadi narasumber dan mengikuti seluruh rangkaian acara, disepakati bahwa program "Rehabilitasi Pengelolaan Hutan Bakau Berbasis Masyarakat" akan ditetapkan sebagai program pemerintahan Desa Bogak Besar dan dijalankan bersama dengan seluruh unsure perwakilan masyarakat. Kepala Desa akan mengadakan rapat desa dan membuat peraturan serta surat-surat yang diperlukan dengan terlaksananya program ini, dengan SPPN sebagai pendampingnya. Dinas Kehutanan dan Dinas Perikanan akan membantu pengadaan bibit bakau dengan subsidi biaya dari dinas tersebut.Jadi, kaum perempuan pesisir di kecamatan Teluk Mengkudu itu telah turun tangan.mereka mulai menata lingkungannya!

HAPSARI (Himpunan Serikat Perempuan Indonesia) SumutUntuk Anggota, Individu dan Organisasi Mitra

Kegiatan Workshop tentang "Rehabilitasi Pengelolaan Hutan Bakau Berbasis Masyarakat" yang dilakukan SPPN Sergai bekerjasama dengan GEF dan masyarakat desa Bogak Besar pada tanggal 12-13 Maret 2008 yang di hadiri oleh 40 orang peserta yang berasal dari (Media Informasi dan Komunikasi

-HAPSARI Sumut
Jl.Keramat Gg.Katu No.117 Kel.SyahmadLubuk. Pakam Sumut
Telp/Fax : 061-7950173

Kamis, 20 Maret 2008

Puisi

Derita Sudah Naik Seleher

kau lempar aku dalam gelap
hingga hidupku menjadi gelap

kausiksa aku sangat keras
hingga aku makin mengeras

kaupaksa aku terus menunduk
tapi keputusan tambah tegak

darah sudah kuteteskan
dari bibirku
luka sudah kaubilurkan
ke sekujur tubuhku
cahaya sudah kaurampas
dari biji mataku

derita sudah naik seleher
kau
menindas
sampai
di luar batas


Puisi oleh Wiji Tukul

Rabu, 19 Maret 2008

Lan Fang Mampir ke Jember

"Haaah, Lan Fang terlibat Pesta Pencuri ?!!"

Begitulah reaksi keterkejutanku, hari Sabtu malam Minggu, tanggal 15 Maret 2008 kemarin. Gimana ga surprise, sosok Lan Fang yang selama ini kukenal melalui cerpen-cerpennya yang kerap nongol di koran-koran nasional, atau novel-novelnya seperti : Pai Yin, Reinkarnasi, Kembang Gunung Purei, Laki - Laki Yang Salah, Lelakon, dan terutama Perempuan Kembang Jepun, juga kumpulan cerpennya 'Kota Tanpa Kelamin'. Dan baru beberapa minggu yang lalu kubaca di Jawa Pos, kalau Lan Fang mengajar anak-anak di Surabaya. Nggak dinyana malam minggu kemarin, aku bisa bertemu langsung bahkan duduk dengan jarak kurang dari satu mater dari panggung, tempat Lan Fang memerankan karakter di 'Pesta Pencuri' oleh teater Bengkel Muda Surabaya di Bundaran Bangka, Jember.
*
Lan Fang Dilahirkan di Banjarmasin pada tanggal 5 Maret 1970 dari pasangan Johnny Gautama dan (Alm.) Yang Mei Ing, sebagai anak sulung dari dua bersaudara. Adiknya bernama Janet Gautama. Pada tahun 1988, ia menyelesaikan SMA-nya di Banjarmasin lalu meneruskan dan menyelesaikan studinya di Fakultas Hukum Universitas Surabaya (UBAYA).Walaupun terlahir dalam keluarga keturunan Cina yang cukup konservatif dan lebih berkonsentrasi kepada dunia bisnis, Lang Fang sudah suka menulis dan membaca sejak usia sekolah dasar.Sebetulnya keinginan Lan Fang untuk menulis cerpen sudah mulai ada sejak SMP ketika bacaannya mulai beralih kepada majalah-majalah remaja seperti Anita Cemerlang dan Gadis. Tetapi karena dianggap "ganjil" dan "tidak tertangkap mata" oleh keluarga, tidak ada motivasi kuat untuk mempertajam talentanya. Keinginan menulis pun terlupakan begitu saja (Biodata Lan Fang, Gramedia).
*
Hingga teater berakhir aku masih nggumun (yach, kuakui aku memang nggumunan pada kehebatan macam begituan, hi3x). Lan Fang sang penulis novel Perempuan Kembang Jepun ternyata juga penggiat teater. Jujur, menurutku Lan Fang memang belum maksimal ketika berperan sebagai anak perempuannya Ayu Selintas. Lan Fang mengaku; "baru kali kedua dia ikut Bengkel Muda dan memang sedang dalam proses belajar berteater tentunya selain ia juga ingin ikut semua-semua (kegiatan)", begitulah pengakuan jujur Lan Fang yang menurutku cukup inspiratif.
Secara keseluruhan pentas 'Pesta Pencuri' Ok's banget lah. Terlebih alur cerita 'Pesta Pencuri' mantap banget. Pesta Pencuri dialih bahasakan oleh Asrul Sani (Pustaka Jaya, 1986), naskah aslinya adalah buah karya Jean Anouilh yang sejak era Perang Dunia II dikenal sebagai penulis film dan sutradara yang populer. Tapi, jangan salah sangka dulu, 'Pesta Pencuri' sudah diadaptasi, jadi substansi ceritanya lebih mengena, misalnya saja menyentuh kasus KUDATULI juga loh.
*
Oya biar afdol, berikut cuplikan karya Lan Fang di Novel Perempuan Kembang Jepun yang kaya aspek sejarah, sentimen perempuan, cinta dan pengorbanan:

Perempuan Kembang Jepun, hlm 76-77:
Memang sudah bukan rahasia lagi bahwa tentara Jepang sangat kasar kepada perempuan-perempuan Indonesia. Bahkan banyak perempuan Indonesia yang menjadi korban pelecehan tanpa pertanggungjawaban. Mereka menjadi tempat pelampiasan nafsu bahkan diperkosa. Sekarang, para orang tua tidak mengizinkan anak gadis mereka keluar rumah karena takut ditangkap dan dipaksa untuk melayani tentara Jepang.

Perempuan Kembang Jepun, hlm 93-94:
Perempuan Jepang sangat menghormati laki-laki Jepang. Kami tidak pernah berani menentang mereka. Kami menunduk dan membungkuk. Mata kami cuma memandang debu di ujung kaki. Kalaupun kami memandang para lelaki, kami akan memandangnya sembunyi-sembunyi melalui lengan kimono kami yang lebar.

Jumat, 14 Maret 2008

Baru Tahu

Baru Tahu, ternyata Artikelku 'Kepalsuan Cinta Ala Ritual Valentine' beberapa waktu lalu sempat nampang di Batam Pos:
http://batampos.co.id/Kepalsuan-Cinta-ala-Ritual-Valentine-Day.html.
Mudah-mudahan bermanfaat. Amien

Cerpen

Dada Renata
Oleh: Indiera Hapsari

“Perempuan yang ukuran dadanya besar menunjukkan gairah seks liar.”
Dokter pengasuh rubrik konsultasi seks di majalah wanita ini bodoh sekali. Menguhubungkan ukuran dada dengan kecendurangan perilaku seksual perempuan. Huh, bodoh sekali dia!
Bukan karena ukuran dadaku tidak besar makanya aku sinis pada teori pengasuh rubrik seks di majalah itu, bukan karena itu, meski memang faktanya ukuran dadaku sangat mungil, oleh karenanya bra berspon kupilih untuk menutupinya, ups..,menutupi…? lebih tepatnya untuk membuatnya lebih nampak menonjol, dada kecil tentu harus ditutupi dan dibentuk lebih menonjol, karena umumnya fantasi laki-laki tidak akan terpancing oleh dada rata. Dan sangat munafik sekali bila perempuan ingin menjadi perhatian lawan jenis maka disebut sebagai penindasan.
Tapi memang dunia kedokteran akhir-akhir ini sangat aneh, memaksa ukuran dada perempuan berhubungan erat dengan gairah seksual, sedangkan ukuraan dada dan pantat laki-laki sama sekali tidak disinggung.
Seumur hidup tiga kali aku melihat film bokep—jangan dikira aku hobby liat film begituan, ada teman kantor yang usil menyusupkan film blue ke folderku dan dengan (agak) terpaksa kuperiksa dulu sebelum dienyaahkan—yang dimainkan oleh perempuan berdada kecil yang ukurannya sama denganku, kulihat mereka rakus dan liar. Hanya satu film blue yang kutemui pemainnya perempuan berdada besar, tapi kata kawan-kawanku itupun hasil dari bedah plastik atau disuntik silikon, toh mereka pun tidak lebih liar dan buas dari perempuan berdada mungil. Bukan maksudku tidak adil karena hanya membahas tubuh perempuan, namun memang kenyataannya di film tersebut pemain laki-laki tidak kelihatan batang hidungnya, tapi hanya diwakili si Mr P-nya. Ha..ha..ha..(konyol sekali!) barangkali laki-laki hanya ingin dihargai sesederhana dalam sebentuk dan seukuran Mr P.
Lalu para ahli kedokteran itu mencoba mengilmiahkan teori mereka mengenai keterkaitan ukuran dada perempuan dan kehidupan seksualnya. Banyaknya hormon progesterone yang dihasilkan tubuh semacam kunci kesuburan, semakin banyak hormon yang dihasilkan maka akan menyebabkan perberkembangan fungsi-fungsi alat reproduksi perempuan, akan menghasilkan kelenjar payudara yang berlimpah hingga ukuran payudara besar. Pinggul melebar dan menstruasi pertama yang datang lebih cepat dari pada perempuan lain yang seumuran. Itu semua menunjukkan kematangan organ seksual. Organ seksual yang matang akan mengakibatkan desakan instink melakukan hubungan seksual.
Aneh memang, tentu saja pemahaman seks tersebut kuno, memahami fungsi organ seks sebagai pintu gerbang beranak-pinak, tapi memang seperti itulah adanya ilmu biologi yang diajarkan kepadaku semenjak kelas 5 SD. Seks dijelaskan sebagai sarana reproduksi.
Kubuang majalah wanita mahal tersebut ke bak sampah. Lalu kutengguk air putih dingin yang kuambil dari dalam kulkas di kamar apartemen mahal yang tata ruang dan tata letak perabot-perabotnya kuhafal benar.
Kemudian kunyalakan TV. Sudah hampir tengah malam tapi aku belum juga merasa mengantuk. Liputan Malam di TV menyiarkan berita tentang ramai rekaman dua bocah putra dan putri berumur 9 tahun melakukan hubungan seksual, dan rekaman tersebut sudah menyebar di beberapa Sekolah Dasar di Jawa Barat. Wali murid meragukan para guru yang tidak becus mendidik dengan baik. Para Guru tidak mau disalahkan dengan alasan HP anak-anak sekarang berteknologi canggih. Meski setiap hari senin sudah dirazia dan dibersihkan tapi dalam HP ada sistem PIN untuk menjaga memori pribadi di folder HP yang tidak mungkin bisa dipantau oleh guru. “Semua tergantung masing-masing individu, Banyak murid-murid lain yang memiliki HP tapi tidak disalahgunakan seperti itu” Begitulah komentar seorang guru yang diwawancarai.
Adegan saling menyalahkan seperti itu sudah menjadi makanan basi yang mau tidak mau menjadi santapan di keseharian. Lama-lama muak juga! Kemarin aku sarapan pagi sebuah berita basi; seorang penduduk Porong menyiasati kelangkaan minyak tanah, maka dia membawa wajan penggorengan dan mie instan ke titik api yang menjilat-jilat bebas di sekitar luberan lumpur. Masih kuingat bagaimana bapak tua itu tersenyum nyengir—persis seperti ekspresi anjing yang nyengir karena kepalanya terkena lemparan batu tangan usil—sambil menunggu mie instan di penggorengan matang. Akhir-akhir ini minyak tanah lenyap, Migor naik-naik ke puncak gunung dan susu bayi tercemar bakteri pembunuh. Siapa yang yang salah menjadi kabur oleh tradisi saling menyalahkan dan (kalau tidak mau dikatakan: ingin menang Pemilu) ingin menang sendiri.
Beberapa bulan yang lalu suatu sore aku kenyang menyantap berita seorang tukang gorengan di ibukota yang tewas gantung diri lantaran tidak sanggup menanggung beban ekonomi keluarga.
*
Huh, pikiranku jadi ngelantur. Lihatlah di TV, ternyata bocah yang melakukan adegan layaknya pasangan dewasa tersebut benar-benar bocah. Secara fisik gadis mungil itu sama sekali belum matang. Di balik seragam SD payudaranya bisa dipastikan masih rata, dan yang satu lagi, si pemuda kecil itu mungkin baru satu tahun lalu disunat, atau mungkin malah belum. Dari mana mereka bisa punya ide untuk melakukan aktivitas layaknya pasangan dewasa, sedangkan alat reproduksi mereka belum matang, mereka jelas belum menginjak usia pubertas toh?
Pernah kubaca teori psikoanalisa Sigmund Freud. Pada usia empat tahun, anak-anak mengalami fase falik. Fase falik adalah sebuah fase alamiah anak yang mulai menyadari kenikmatan berpusat pada kelamin. Teori Freud tersebut juga didukung oleh seorang ‘revolusioner mitos seks’ yang meninggal karena terjangkit penyakit AIDS, yaitu Foucault. Menurut Foucault seks oleh anak-anak tidak boleh direpresif, karena seks merupakan instink alamiah manusia yang sudah muncul semenjak manusia berusia balita. Tapi aahh…persetan dengan teori-teori itu! Sudah kuputuskan, anak-anakku tetap tidak boleh coba-coba soal seks yang tidak jelas begituan. Dan itu artinya mereka tidak boleh memakai HP mahal yang berteknologi canggih, mereka tidak boleh nonton sinetron dan kartun TV sebelum mereka habiskan membaca buku-buku yang aku belikan minggu kemarin. Mereka, anak-anakku, harus berperspektif, matang dan dewasa dulu sebelum dijejali teror-teror murahan ala TV. Memang sudah kuputuskan hal itu, sendiri.
Jam dinding berdenting satu kali, itu artinya sudah pukul satu malam. Berita tengah malam sudah habis dan berganti telenovela Marimar. Suamiku belum juga pulang. Sendiri, hingga adegan Marimar pergi dari suaminya, Sergio si tuan tanah kaya.
Haus, kerongkonganku terasa kering, kutengguk habis air dari gelasku, dan suamiku masih belum juga belum pulang.

*
Dari dulu rumahtanggaku memang sudah cacat, bersilang pendapat tidak pernah berujung pada solusi dan intropeksi. Tanpa sebab yang jelas, suamiku juga mulai cemburu pada lelaki yang bertubuh tinggi, besar (masih menurut anggapan suamiku: pasti berpenis panjang). Pada mulanya kuanggap itu hal biasa, bukankah cemburu adalah tanda perasaan sayang, pikirku. Tapi kemudian teman-teman kantorku yang bertubuh tinggi besar menjadi sasaran awal mula api cemburu berantai. Disusul cemburu pada laki-laki yang bertubuh, tinggi besar di organisasi klub melukisku. cleaning servis apartemen yang sering ngepel lantai koridor apartemen yang bertubuh tinggi, besar juga tidak lolos dari api cemburunya, Tukang kebun apartemen yang tinggi besarpun juga jadi sasaran api cemburu. Yang paling parah, suamiku juga cemburu pada Bapak kandungku sendiri. Dia memaksaku untuk mengaku pernah diperkosa bapak, aku terus menerus didesak untuk menceritakan (khayalannya tentang) tragedi pemerkosaan itu.
Setelah itu, ia tidak memperbolehkanku bergaul dengan lelaki yang bertubuh tinggi, besar (yang menurutnya juga pasti berpenis panjang). Artinya apa? Bisa ditebak. Aku tidak lagi boleh ngantor, tidak ada klub melukis, tidak boleh sekedar bertegur sapa dengan cleaning service apartemen, tidak boleh tersenyum pada tukang kebun, dan celakanya aku harus memutuskan komunikasi dengan bapak kandungku sendiri.
Kurang lebih tiga bulan, aku masih bisa bertolenransi dan menuruti saja permintaan konyol suamiku itu. Hidupku, kukonsentrasikan untuk mengurus rumah tangga, anak, dan belajar resep baru masakan ala Perancis utuk mengusir kejenuhanku dan berharap suamiku menyadari bahwa tidak ada seorang manusia pun di dunia ini yang bahagia dikurung, terpisah dari dunia luar. Karena urusan rumah tangga tidaklah memakan waktu sehari penuh, terlebih perkembangan teknologi seperti rice cooker, mesin cuci, alat penyedot debu membuat pekerjaan domestik terasa lebih enteng.
Hampir empat bulan berlalu, tapi suamiku masih melarangku bekerja bahkan mengancamku tidak boleh macam-macam (aku sendiri tidak mengerti, apa yang dimaksud macam-macam versi suamiku itu). Hingga pada suatu hari kusadari, Lima anak-anakku yang semuanya lelaki mulai tumbuh dewasa, bertubuh tinggi-besar tidak seperti suamiku.
Tak pernah sama sekali dalam pikiranku memprediksi bahwa suamiku pun akan cemburu pada anak-anakku itu. Hingga terbukti, ketika pada suatu malam, aku memergoki suamiku membawa belati masuk ke kamar anakku yang masih tertidur lelap. Tepat ketika ia akan menghunuskan belati ke tubuh anak-anakku, kurebut paksa dengan sekuat tenaga belati itu hingga jari tengah tanganku yang sebelah kiri putus dan berdarah-darah.
Marimar telah usai, dan suamiku belum juga datang. Sudah sepuluh tahun ia tidak pulang (memang lebih baik bila ia tidak pulang).
Entah mengapa ia belum juga pulang, mungkin lupa jalan pulang dan ia terus berputar-putar saja di jalanan kota tak pernah sampai rumah. Atau kini ia tersesat di dunia lain dan ia tidak menemukan pintu keluar untuk kembali ke rumah. Mistik memang, tapi aku pernah melihat film horor yang berkisah manusia-manusia yang tersedot komputer dan tersesat di saluran kabel-kabelnya, manusia-manusia itu berputar-putar di dunia jaringan komputer tak menemukan jalan pulang. Mungkin saja suamiku kini tersesat di dalam monitor sebuah komputer, pada kotak TV atau jangan-jangan ia ada di dalam tabung penyedot debu, mungkin suamiku tersesat di sana dan tidak bbisa keluar. Atau bisa saja alasan suami tidak pulang sangat sederhana sekali, yaitu memang dia tidak ingin pulang. Yah, suamiku tidak pulang karena dia memang tidak ingin pulang. Itu saja, titik.
Julia Peres yang bertubuh montok itu membuka acara gosip subuh, dan suamiku sudah sepuluh tahun lamanya pergi dari rumah belum juga pulang, anak-anakku sudah tidur pulas, mereka kini tumbuh menjadi pemuda-pemuda yang seksi (menurutku), seksi bukan karena tubuhnya yang tinggi besar, namun karena keseluruhannya, karena cara pandangnya, karena idealismenya, karena konsisten dan bertanggungjawab, karena mereka tidak masuk kelompok remaja yang sinis pada perempuan. Ah, aku jadi mirip seorang ibu yang narsis pada anak-anaknya.
Julia Peres menutup acara gosip dengan bibir sensualnya dan kini berganti kultum subuh, aku masih sendiri, suamiku belum pulang dan aku memang berharap ia tidak akan pernah pulang, meski bila suatu saat nanti ia hafal jalan menuju rumah.
Tut..tut..tut...tut, Hp-ku berbunyi, kuangkat dan kuucapkan “hallo”.
“Renata, nanti jam istirahat siang kita kencan singkat di café depan kantormu yuk sayang”, di seberang sana suara lembut merayu menyergapku hingga membuatku rindu padanya dan menjebakku untuk tidak mungkin menolak ajakannya itu.
Kami mulai pacaran sepuluh tahun yang lalu, tepatnya setelah dua bulan suamiku pergi dari apartemen ini dan hampir tiap akhir pekan dia menginap di apartemenku.
Namanya Qinanti, ia seorang perempuan berdada penuh yang baik, perhatian, pengertian, cerdas, penyayang, kami tidak pernah cekcok dan singkatannya kami sangat cocok terutama secara psikologis. Cara berfikirnya tidak sesempit suamiku yang mempermasalahkan dadaku yang mungil dan selalu cemburu pada lelaki bertubuh tinggi besar (yang menurut suamiku: pasti berpenis panjang), Qinanti juga tidak sebodoh dokter pengasuh rubrik seks di majalah wanita yang berharga mahal itu. Qinanti tidak mempermasalahkan aku bergaul dengan teman kantor laki-laki maupun perempuan, Qinanti tidak melarangku bercakap dengan cleaning service apartemen, Qinanti memperbolehkanku tersenyum pada tukang kebun, dan hubunganku dengan bapak-ibu di kampung halaman juga semakin sehat.
Adzan subuh bergema terbawa angin menelusup lirih diantara gedung-gedung tinggi ibukota. Suamiku masih belum pulang. Kuharap memang dia tidak pernah pulang, sudah sejak lama tak lagi kumiliki harapan apapun tentang dia.
Suasana ibukota berlahan terang benderang. Suamiku belum juga pulang dari sepuluh tahun yang lalu. Sementara aku tidak menyesali apapun. Siang nanti aku bertemu Qinanti di café depan kantor. Lihatlah, kini aku tersenyum. Sendiri. Dan anak-anak masih tertidur lelap di kamarnya.


03.45 wib
A1, 14 Maret 2008

Sabtu, 08 Maret 2008

8 Maret 2008, Hong Kong

Pernyataan Sikap pada Hari Perempuan Sedunia

8 Maret 2008, Hong Kong


Kembalikan Gaji Pekerja Rumah Tangga Asing ke HK$ 3,860!

Hapus "Aturan Dua Minggu" & NCS!

Pakai pajak majikan sebagai dana kompensasi untuk pekerja rumah tangga asing!

Pekerjaan Rumah Tangga adalah Kerja, Bukan Perbudakan!

Hormati hak, nilai kerja dan status perempuan di masyarakat!

Ayo Bergabung dengan CMR di Peringatan Hari Perempuan Sedunia, 9 Maret, 10 am- 6 pm, Charter Garden, Hong Kong!


Desember 2007, lebih tepatnya pada Hari Buruh Migran Sedunia, CMR dan kawan-kawan advokat melakukan aksi ke Central Goverment Offices dan memasukan petisi yang menuntut kenaikan gaji di tahun 2008 untuk pekerja rumah tangga asing. Pada tahun sebelumnya, CMR mengkampanyekan pengembalian upah minimum ke HK$ 3,860 bagi pekerja rumah tangga asing, yang mana jumlah tersebut adalah gaji kami pada tahun 1998, sebelum penurunan gaji yang pertama.


Hari ini, 8 Maret, pada Hari Perempuan Sedunia, CMR menyerukan kembali pengembalian upah minimun untuk pekerja rumah tangga asingdi Hong Kong ke HK$ 3,860. Setelah penurunan yang kedua pada tahun 2003 terhadap upah Pekerja Rumah Tangga Asing, kampanye yang selalu dilancarkan oleh CMR dan kawan-kawan advokat menghasilkan tiga kali penyesuaian upah, yang menghasilkan upah kami menjadi HK$ 3,480. Namun jumlah ini masih dibawah jumlah upah kami pada tahun 1998; selama upah kami belum kembali menjadi HK$3,860, maka kenaikan upah yang selama ini terjadi adalah bukan kenaikan upah yang sejati bagi pekerja rumah tangga asing.

Bulan lalu, Budget Secretary Hong Kong mengumumkan kelebihan pendapatan negara yang terbesar selama ini yaitu sebesar HK$ 14,8 milyar. Dan berdasarkan inilah, pemerintah merasa harus berbaik hati dan mengumumkan akan membebaskan pajak bagi minuman beralkohol dan rokok, pengurangan dan pengembalian pajak pendapatan, dan untuk membiayai pembangunan fasilitas kesehatan dan kebudayaan.


Namun sangat disayangkan, sekali lagi, Pemrintah tidak memikirkan kondisi pekerja rumah tangga asing dalam keberlebihan ini. Berdasarkan krisis ekonomi yang terjadi pada tahun 1998-2003, pekerja rumah tangga sing adalah pihak yang pertama kali dikorbankan melalui pemotongan upah; sekarang perekonomian Hong Kong merupakan salah satu yang terkuat di dunia dan dengan kelebihan anggaran dana ini, nilai kerja, peran serta kontribusi dari pekerja rumah tangga asing dan buruh migran perempuan di Hong Kong sekali lagi tidak diperhatikan. Tampaknya rokok dan minuman beralkohol jauh lebih penting daripada kaum pekerja perempuan dan pekerja rumah tangga asing. Sudah saatnya pemerintah Hong Kong memberikan kesejahteraan dan perhatian terhadap kerja pekerja rumah tangga asing dan buruh migran perempuan.


Sekarang, sekali lagi, kami menuntut kepada pemerintah Hong Kong untuk:

  1. Secepatnya mengembalikan upah minimum bagi pkerja rumah tangga asing ke HK$ 3,860!
  2. Menghentikan Underpayment! Setengah dari buruh migran Indonesia di upah dibawah standar dan lebih dari 60 persen dari buruh migran Nepal masih diupah di bawah standar;
  3. Pangkas biaya agen dan tindak tegas agency yang memungut biaya agen lebih dari 10 persen;
  4. Pergunakan pajak dari majikan sebagai dana kompensasi untuk membayar pekerja rumah tangga asing yang di upah di bawah standar dan korban dari pelanggaran kontrak kerja;
  5. Hapus aturan dua minggu dan kebijakan NCS;
  6. Hapus aturan dua minggu dan kebijakan NCS, 3 komite di dalam perserikatan bangsa-bangsa dan telah terbukti bahwa pemerintah Hong Kong telah berlaku diskriminatif dan tidak adil terhadap buruh migrant.

Lebih jauh lagi kami juga menuntut kepada pemerintah Hong Kong untuk:

  1. Cabut larangan yang melarang memperkerjakan buruh migran Nepal;
  2. Terapkan upah minimum bagi para pekerja lokal. termasuk pekerja rumah tangga lokal.

Dalam Peringatan Hari Perempuan Sedunia yang ke 31 ini, CMR menyerukan kepada pemerintahan Hong Kong untuk menghormati hak dan martabat perempuan dan memberikan pengakuan kepada kerja dan status perempuan didalam masyrakat. Ukuran dari hal ini adalah bagaimana perlakuan pemerintah Hong Kong terhadap kaum perempuan yang selama ini terpinggirkan dan dirugikan di dalam masyrakat, termasuk pekerja rumah tangga asing di Hong Kong. Pekerjaan rumah tangga adalah kerja bukan perbudakan!

COALITION FOR MIGRANTS’ RIGHTS (CMR):

Indonesian Migrant Workers Union (IMWU),

Domestic Helpers General Union (FDHGU),

Far East Overseas Nepalese Association (FEONA),

Association of Sri Lankans in Hong Kong (ASLHK),

Indian Domestic Workers Association (IDWA),

Thai Women’s Association (TWA),

Asian Domestic Workers Union (ADWU),

KOTKIHO (The HongKong Coalition of Indonesian Migrant Organisations)

Asian Migrant Centre (AMC)

Alliance of Progressive Labor (APL)

Alliance for Wage Increase (ALLWIN)

dan organisasi pendukung lainnya.